Peringatan: bahasan berikut tidak mencakup seluruh aspek dalam penentuan awal bulan Hijriah, terutama dalam segi hukum agama. Bahasan segi Astronomi pun disederhanakan dan dianggap cukup untuk memahami penyebab perbedaan penentuan awal bulan Hijriah di Indonesia.
Sistem kalender Hijriah digunakan sebagai acuan hari raya dan ibadah umat Islam, seperti waktu puasa dan keberangkatan haji. Kalender ini termasuk dalam jenis kalender lunar atau kalender yang dibuat berdasarkan pergerakan Bulan mengelilingi Bumi. Terdiri dari 12 bulan dengan 29 atau 30 hari, satu tahun Hijriah dapat memiliki 354 atau 355 hari (tahun kabisat). Awal hari pada kalender Hijriah adalah saat Matahari terbenam, berbeda dengan kalender Masehi yang memulai hari pada pukul 12 tengah malam.
Fokus utama sistem kalender Hijriah adalah pergantian setiap bulan. Bagaimana cara menentukan pergantian setiap bulannya? Berikut beberapa istilah yang perlu kita pahami dahulu.
- Konjungsi Bulan atau ijtimak adalah peristiwa di mana Matahari dan Bulan berada pada posisi bujur langit yang sama jika diamati dari Bumi (Bumi-Bulan-Matahari membentuk satu garis lurus jika diproyeksikan pada bidang edarnya). Ijtimak terjadi setiap 29,531 hari sekali. Peristiwa ijtimak juga dikenal sebagai peristiwa Bulan baru, di mana Bulan berada pada fase terendah. Seluruh permukaan Bulan tampak tidak disinari Matahari jika diamati dari Bumi.
Sebagai ilustasi ijtimak, lihat posisi nomor 1 pada gambar. Sinar matahari datang dari arah kiri [22, dengan sedikit perubahan].
- Hilal adalah bulan sabit muda pertama yang dapat dilihat setelah terjadinya ijtimak. Berikut contoh foto hilal Ramadan 1437 H [4].
- Umur Bulan dinyatakan sebagai lama waktu sejak terjadinya ijtimak. Contoh, jika ijtimak terjadi pada pukul 5 pagi, maka pada pukul 12 siang di hari yang sama umur Bulan adalah 7 jam.
- Jarak sudut Bulan-Matahari (aL, sudut elongasi Bulan) adalah jarak pusat piringan Bulan terhadap pusat piringan Matahari jika diamati dari Bumi. Jarak sudut B-M berbanding lurus dengan seberapa banyak bagian Bulan yang tersinari Matahari. Semakin kecil jarak sudut Bulan-Matahari, semakin tipis pula cahaya Hilal yang dapat diamati.
- Tinggi Bulan (h, altitude) adalah ketinggian Bulan diukur dari horizon
- Tinggi Hilal (menurut MABIMS) adalah ketinggian bagian bawah lengkungan Hilal, diukur dari horizon.
- Beda tinggi Bulan-Matahari adalah selisih tinggi Bulan terhadap tinggi Matahari.
- Beda Azimuth Bulan-Matahari (DAz) adalah beda arah posisi Bulan terhadap arah posisi Matahari di horizon pengamat.
Penentuan awal bulan pada kalender Hijriah dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu Rukyat (penglihatan, pengamatan) dan Hisab (perhitungan) terhadap Hilal dan Matahari. Dalam metode Rukyat, Hilal diamati pada saat Matahari sudah terbenam. Sedangkan dalam metode Hisab, posisi Hilal dan Matahari dihitung menggunakan rumus-rumus tertentu. Kedua metode tersebut sebenarnya saling terkait. Metode Hisab (perhitungan posisi Bulan, Matahari, dan benda langit lainnya) didapatkan dari hasil pengamatan di masa lalu. Metode Rukyat pun dapat memanfaatkan perhitungan posisi dan kemungkinan terlihatnya Hilal.
Definisi Matahari terbenam yang dimaksud adalah jika seluruh piringan Matahari sudah tidak terlihat di atas horizon. Efek refraksi atmosfer perlu diperhatikan sebab Matahari bisa saja masih terlihat di atas horizon meski posisi sebenarnya sudah berada di bawah horizon.
Metode Rukyat
Dalam metode Rukyat, jika Hilal berhasil terlihat setelah Matahari terbenam di hari ke-29, maka malam itu sudah masuk hari ke-1 di bulan Hijriah yang baru. Jika tidak berhasil, maka dilakukan istikmal (pembulatan) sehingga malam itu menjadi hari ke-30 di bulan Hijriah yang sama.
Mengapa Hilal sebaiknya diamati saat Matahari terbenam?
Indonesia termasuk negara tropis dan basah sehingga besar kemungkinan terbentuk awan di wilayahnya. Pengamatan Hilal di Indonesia rentan gagal akibat gangguan cuaca di horizon bagian barat. Saat langit cerah pun ada faktor lain yang mempengaruhi teramatinya Hilal. Cahaya Hilal cukup tipis dan redup, sehingga dapat tertutupi oleh cahaya Matahari yang dihamburkan atmosfer Bumi di dekat horizon.
Dengan berkembangnya teknologi, pengamatan Hilal dapat dibantu kamera dan teleskop. Salah satu teknik pengolahan foto yang dianggap sah dalam Sidang Isbat adalah stacking, yaitu dengan menumpuk beberapa foto langit untuk mendapatkan gambar lengkungan Hilal yang lebih jelas.
Metode Hisab
Dalam metode Hisab, awal bulan ditentukan berdasarkan perhitungan terkait posisi dan kenampakan Bulan dan Matahari. Misal, jika posisi Bulan mencapai batas tertentu dari suatu kriteria pada saat Matahari terbenam, maka bulan baru dimulai pada malam itu.
Ada beberapa metode Hisab, antara lain ‘Urfi, Taqribi, Haqiqi, Haqiqi Taqribi, dan Kontemporer. Metode-metode tersebut berbeda dalam hal acuan (pedoman perhitungan yang dipakai) dan ketelitian hasil akhirnya. Namun, hal ini tidak akan dibahas lebih lanjut.
Kriteria Hisab pada umumnya berupa nilai minimum besaran berikut: jarak sudut Bulan-Matahari, ketinggian Bulan, beda tinggi Bulan-Matahari, beda azimuth Bulan-Matahari, dan umur Bulan pada saat Matahari terbenam. Besaran-besaran tersebut dapat menjadi acuan visibilitas Hilal. Beberapa metode Hisab kontemporer bahkan juga memperhitungkan faktor fisik Hilal (seperti lebar sabit dan kuat cahaya Hilal), serta faktor hamburan cahaya Matahari oleh atmosfer dekat horizon. Namun, faktor-faktor tersebut nampaknya belum banyak dikenal di Indonesia.
Jika hanya mengandalkan metode Rukyat, maka pembuatan kalender Hijriah secara pasti per satu tahun hampir tidak mungkin dilakukan. Kalender tahunan yang dapat dibuat hanya berupa pendekatan dan harus disesuaikan lagi menurut kenampakan Hilal setiap awal bulan.
Mengapa dapat terjadi perbedaan penentuan awal bulan kalender Hijriah?
Di Indonesia, salah satu faktor penyebabnya adalah perbedaan peran kedua metode dan perbedaan kriteria Hisab yang digunakan oleh pemerintah dan antar ormas-ormas Islam. Bisa saja suatu ormas hanya mengandalkan metode Rukyat dan sama sekali tidak menggunakan metode Hisab. Ada pula ormas yang menjadikan data Hisab sebagai pendukung dilakukannya Rukyat. Hal sebaliknya pun dapat dijumpai [18].
Penentuan awal bulan Hijriah di Indonesia pun dapat berbeda dengan negara muslim lainnya. Contoh dengan Saudi Arabia, kemungkinan terlihatnya Hilal lebih besar karena iklim negara tersebut tidak sebasah iklim Indonesia. Di sisi lain, Indonesia adalah negara mayoritas muslim paling timur di Bumi (dengan batas Garis Tanggal Internasional). Bisa saja pada saat Matahari terbenam di hari yang sama, Hilal di Saudi Arabia sudah cukup tinggi sedangkan Hilal di Indonesia masih sangat rendah sehingga sulit untuk diamati.
Contoh lain dengan negara Turki. Kriteria Hisab yang digunakan di negara itu sudah diatur oleh Kementrian Urusan Agama. Kriteria tersebut sedikit berbeda dari kriteria-kriteria Hisab yang digunakan pemerintah dan ormas-ormas Islam di Indonesia.
Contoh lain dengan negara Turki. Kriteria Hisab yang digunakan di negara itu sudah diatur oleh Kementrian Urusan Agama. Kriteria tersebut sedikit berbeda dari kriteria-kriteria Hisab yang digunakan pemerintah dan ormas-ormas Islam di Indonesia.
Perbedaan penentuan ini tidak bersifat kumulatif. Pergantian bulan Hijriah ditentukan berdasarkan kenampakan dan posisi Hilal per awal bulan. Artinya, terlihatnya Hilal pada satu awal bulan tidak mempengaruhi terlihatnya Hilal pada awal bulan-bulan berikutnya.
Perbedaan penentuan awal bulan dalam satu negara saat ini hanya terjadi di Indonesia. Sudah ada usaha yang dilakukan oleh Kementerian Agama RI melalui Badan Hisab Rukyat Indonesia untuk menjembatani perbedaan tersebut, salah satunya dengan merumuskan kriteria baru. Diadakannya Sidang Isbat menjelang bulan Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah di Indonesia juga merupakan salah satu sarana penyampaian pendapat dari berbagai kalangan (Kementerian Agama RI, ormas Islam, dan pakar Astronomi) terkait penentuan awal bulan Hijriah.
Jenis Kriteria
Akan dijelaskan beberapa jenis kriteria penentuan awal bulan Hijriah:
1) Muhammadiyah
2) Nahdlatul 'Ulama (NU)
3) IR238 (MABIMS, 1992)
4) Hisab-Rukyat Indonesia (Djamaluddin, 2011)
5) IICP (Moh Ilyas, Malaysia, 1988)
6) ICOP (Moh Odeh, Jordan, 2006)
1) Muhammadiyah menggunakan metode hisab haqiqi wujudul hilal. Jika pada saat Matahari terbenam telah terjadi ijtimak dan posisi Bulan sudah berada di atas horizon (tinggi Bulan >0 derajat), maka Hilal sudah wujud dan malam itu ditetapkan sebagai hari pertama bulan baru.
Muhammadiyah juga menerapkan prinsip wilayatul hukmi. Jika menurut hasil hisab Hilal sudah wujud hanya di sebagian wilayah Indonesia, maka keputusan jatuhnya awal bulan baru berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.
2) Nahdlatul ‘Ulama (NU) menggunakan metode imkanur rukyat dengan rukyatul hilal bil fi'li. Jika tinggi Hilal kurang dari 2 derajat saat Matahari terbenam, maka Hilal tidak mungkin dapat terlihat.
Metode imkanur rukyat merupakan kombinasi metode hisab dan rukyat. Metode hisab di sini berfungsi untuk menyediakan prediksi visibilitas (kemungkinan terlihatnya) Hilal pada metode rukyat.
3) Kriteria IR238 (Imkanur Rukyat 238) adalah hasil Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) tahun 1992. Kriteria ini merupakan nilai minimum tinggi Hilal, jarak sudut Bulan-Matahari, dan umur Bulan.
Berikut rincian kriteria IR238. Pada saat Matahari terbenam:
- tinggi Hilal minimal 2 derajat, dan
- jarak sudut Bulan-Matahari minimal 3 derajat, atau
- umur Bulan minimal 8 jam.
Tinggi Hilal diukur dari horizon sampai batas paling bawah lengkungan sabit Hilal [12]. Dengan kriteria IR238, Hilal dinyatakan dapat terlihat jika memenuhi kriteria pertama ditambah salah satu dari kriteria kedua atau ketiga.
Kriteria IR238 dibuat dengan pertimbangan rekor kesaksian teramatinya Hilal yang cukup rendah (sekitar 2 derajat) di Indonesia pada 16 September 1974 [16]. Beberapa pakar meragukan kebenaran kesaksian tersebut dan berusaha merumuskan kriteria lain yang lebih astronomis. Kriteria ini merupakan kriteria yang bersifat sementara. Maka dari itu, di tahun-tahun berikutnya muncul beberapa kriteria baru yang diusulkan oleh peneliti, baik dari LAPAN maupun dari KK Astronomi ITB.
4) Prof. Dr. Thomas Djamaluddin mengusulkan kriteria Hisab-Rukyat Indonesia pada tahun 2011. Pada saat Matahari terbenam:
- jarak sudut Bulan-Matahari lebih dari 6,4 derajat, dan
- beda tinggi Bulan-Matahari lebih dari 4 derajat.
Kriteria Hisab-Rukyat Indonesia dibuat berdasarkan data pengamatan Hilal di masa lalu ditambah kriteria visibilitas Hilal oleh Odeh (2006), Ilyas (1988), Caldwell dan Laney (2001), dan Sudibyo (2009).
5) Moh. Ilyas (Malaysia) dalam IICP (International Islamic Calendar Programme) tahun 1988 merumuskan kriteria yang mengakomodir pengamat di daerah tropis dan pengamat di daerah lintang tinggi. Kriteria ini mencakup beda tinggi, beda waktu terbenam Bulan-Matahari, dan umur Bulan.
6) Moh. Odeh (Yordania) dalam ICOP (Islamic Crescents Observation Project) tahun 2006 merumuskan kriteria visibilitas Hilal yang mencakup aspek-aspek berikut.
- umur Bulan
- beda waktu terbenam Bulan-Matahari
- tinggi Bulan
- jarak sudut, beda tinggi, beda azimuth Bulan-Matahari
- efek hamburan atmosfer, dan
- lebar sabit Hilal
Studi Kasus
Selanjutnya, akan dilakukan perbandingan 4 dari 6 jenis kriteria yang telah disebutkan. Lebih tepatnya untuk menjawab pertanyaan bagaimana perbedaan kriteria tersebut dapat menimbulkan perbedaan penentuan awal bulan penanggalan Hijriah di Indonesia. Karena sulitnya mendapatkan referensi Hisab non-kontemporer untuk prediksi masa depan, maka kasus yang ditinjau akan disederhanakan. Pada bahasan ini, hasil perhitungan posisi Bulan dan Matahari menurut berbagai metode hisab dianggap sama.
Perbandingan dilakukan melalui studi kasus penentuan awal bulan Ramadan di tahun:
a) 1434 Hijriah (2013)
b) 1436 H (2015)
c) 1440 H (2019)
d) 1442 H (2021, prediksi)
e) 1443 H (2022, prediksi)
f) 1445 H (2024, prediksi)
Hasil perhitungan posisi Bulan dan Matahari diperoleh dari perangkat lunak Accurate Times 5.6.2 (oleh Moh. Odeh, rilis 3 Mei 2019) [10] dan CyberSky Trial 5.1.2 (rilis 27 Sept 2018) [13]. Perhitungan dilakukan pada saat Matahari terbenam di tanggal 29 bulan Sya’ban tiap tahunnya. Lokasi pengamatan yang dipilih adalah Pos Observasi Bulan (POB) Qutub Hilal Cibeas Sukabumi, yang dipilih sebagai salah satu lokasi pengamatan Hilal Ramadan 1440 H oleh Kementerian Agama RI [2]. Matahari dianggap sudah tebenam jika ketinggian pusat piringannya kurang dari sama dengan -0,83 derajat atau 50 menit busur (50’).
a) Tanggal 29 Sya’ban 1434 H bertepatan dengan tanggal 8 Juli 2013.
Ketinggian Hilal Ramadan 1434 sangat rendah. Terjadi perbedaan penentuan awal bulan Ramadan (9/10 Juli 2013) [1]
b) Tanggal 29 Sya’ban 1436 H bertepatan dengan tanggal 16 Juni 2015. Ijtimak belum terjadi saat Matahari terbenam.
Dari hasil Hisab didapati posisi Bulan sudah berada di bawah horizon saat Matahari terbenam. Ijtimak pun belum terjadi. Oleh karena itu, mayoritas umat Islam di Indonesia sepakat melakukan istikmal bulan Sya’ban dan mengawali bulan Ramadan 1436 H pada 18 Juni 2015 [21].
c) Tanggal 29 Sya’ban 1440 H bertepatan dengan tanggal 5 Mei 2019.
Hilal Ramadan 1440 H cukup tinggi pada saat Matahari terbenam. Jika cuaca mendukung saat dilakukannya rukyat, maka dapat diprediksi mayoritas umat Islam di Indonesia akan sepakat mengawali bulan Ramadan 1440 H pada hari Senin, 6 Mei 2019.
Muhammadiyah yang menggunakan hisab haqiqi wujudul hilal telah dari jauh hari menentukan awal Ramadan 1440 H [23, perhatikan tanggal pada bagian bawah]. Pengurus Besar Nahdlatul ‘Ulama - setelah memperoleh hasil rukyatul hilal - juga menetapkan awal Ramadan 1440 H jatuh pada hari Senin, 6 Mei 2019 [5].
d) Tanggal 29 Sya’ban 1442 H diprediksi bertepatan dengan tanggal 12 April 2021.
Ketinggian Hilal Ramadan 1442 H sudah melebihi batas minimal. Ada kemungkinan mayoritas umat Islam di Indonesia akan bersepakat untuk mengawali bulan Ramadan 1442 H pada tanggal 13 April 2021. Terlihat pada gambar bahwa posisi planet Venus cukup dekat dengan Hilal dan Matahari. Pengamat di lapangan perlu mewaspadai kehadiran planet ini, sebab bisa saja menganggap sudah melihat cahaya Hilal padahal yang sebenarnya dilihat adalah cahaya dari planet Venus.
e) Tanggal 29 Sya’ban 1443 H diprediksi bertepatan dengan tanggal 1 April 2022.
Tinggi Hilal mendekati nilai pada kriteria imkanur rukyat NU. Hal ini dapat memunculkan tantangan tersendiri dalam pengamatan Hilal, sehingga bisa saja terjadi perbedaan penentuan awal bulan Ramadan 1443 H (2/3 April 2022).
f) Tanggal 29 Sya’ban 1445 H diprediksi bertepatan dengan tanggal 10 Maret 2024.
Posisi Hilal sangat rendah dan dekat dengan Matahari saat Matahari terbenam. Sehingga, sangat memungkinkan terjadi perbedaan penentuan awal Ramadan 1445 H (11/12 Maret 2024).
Solusi?
Tampaknya, perbedaan penentuan awal bulan Hijriah di Indonesia akan terus muncul selama belum ada kriteria universal yang dianggap sesuai oleh seluruh pihak. Masing-masing memiliki pandangan tersendiri, baik dari segi agama, kebiasaan, maupun politik. Perbedaan penentuan awal bulan Hijriah di Indonesia merupakan hal yang wajar secara sains. Seyogyanya, perbedaan ini tidak dijadikan pemicu perpecahan antar umat beragama.
Akhir November 2017 lalu, Kementerian Agama RI menggelar Seminar Intenasional Fikih Falak untuk mempertemukan para ahli dari beberapa negara guna menghasilkan pandangan penyatuan kriteria Kalender Hijriah global. Pada seminar tersebut, Kementerian Agama bersama LAPAN mengajukan kriteria Kalender Hijriah Global yang tertuang dalam “Rekomendasi Jakarta” [20].
Rekomendasi Jakarta diajukan untuk menyempurnakan hasil Kongres Kesatuan Kalender Hijriah Internasional 2016 di Istanbul, Turki. Hasil Kongres tersebut dinilai kurang mengakomodir faktor visibilitas hilal bagi pengamat di wilayah timur Bumi. Berikut kriteria visibilitas Hilal yang diajukan dalam Rekomendasi Jakarta. Saat Matahari terbenam:
- tinggi Bulan minimal 3 derajat, dan
- jarak sudut Bulan-Matahari minimal 6,4 derajat.
Kriteria ini dibuat berdasarkan data pengamatan Hilal selama 180 tahun di Banda Aceh dan Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Kriteria ini diharapkan dapat menjadi solusi akomodatif bagi pengguna metode Rukyat maupun Hisab wujudul hilal.
Kementerian Agama RI nampaknya serius ingin mewujudkan kalender Hijriah Nasional dan Global [3]. Kerinduan akan kebersamaan umat Islam dalam menjalankan ibadah menjadi salah satu faktor pendorong.
Sekian sedikit ilmu yang bisa saya bagi. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Pembahasan ini tentunya masih jauh dari kata sempurna. Sampaikan kritik, saran, atau pertanyaan Anda di kolom komentar
Ucapan terima kasih
Saya ucapkan terima kasih kepada Al Khansa Rhodiyah dan Putri Oktaviani sebagai teman diskusi pembahasan topik ini.Referensi
[1] Bambang Supriyanto. 2013. AWAL PUASA 2013: Kapan Tepatnya 1 Ramadhan 1434 H? (https://kabar24.bisnis.com/read/20130708/79/149200/awal-puasa-2013-kapan-tepatnya-1-ramadhan-1434-h) diakses 5 Mei 2019
[2] Beni Jo. 2019. Daftar Lokasi Rukyatul Hilal untuk Sidang Isbat Awal Ramadan 2019 (https://tirto.id/daftar-lokasi-rukyatul-hilal-untuk-sidang-isbat-awal-ramadan-2019-dnyp) diakses 5 Mei 2019
[3] Dylan Aprialdo Rachman. 2018. Pemerintah Ingin Wujudkan Kalender Islam di Tingkat Nasional (https://nasional.kompas.com/read/2018/05/16/06591081/pemerintah-ingin-wujudkan-kalender-islam-di-tingkat-nasional) diakses 6 Mei 2019
[4] Habib bin Hilal. 2016. _____ (https://blog.al-habib.info/id/2016/06/foto-foto-hilal-ramadhan-1437-2016/hilal-ramadhan-1437-bengkulu-kasat-mata-2016-06-06-rukman-nugraha/) diakses 5 Mei 2019
[5] Kanavino Ahmad Rizqo. 2019. PBNU Tetapkan 1 Ramadhan Jatuh Pada 6 Mei 2019 (https://tirto.id/pbnu-penetapan-ramadan-2019-tunggu-hasil-rukyatul-hilal-dnvX) diakses 5 Mei 2019
[6] Medhok Sains. (2019, Apr 27). Ep. 04: Kontroversi Penetapan Hilal dalam Perspektif Astronomi [Video file]. Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=eZHWhk7eTiY
[7] Muhammad. 2013. Permasalahan Hisab dan Rukyat di Indonesia (http://www.pta-mataram.go.id/sys-content/uploads/file/eDoc/Artikel/Artikel_Muhammad_2013-05-20_Permasalahan_Hisab_dan_Rukyat.pdf) diakses 4 Mei 2019
[8] M. Ilyas, QJRAS, 35, 425, 1994.
[9] M. Ilyas, A&A, 206, 133, 1988.
[10] Moh. Odeh. 2019. Accurate Times (http://www.icoproject.org/accut.html?l=en) diakses 8 Mei 2019
[11] Odeh, M.S. Exp Astron (2004) 18: 39. https://doi.org/10.1007/s10686-005-9002-5
[12] Rukman Nugraha. 2013. Prediksi Awal Ramadhan 1434 H dan Kemungkinan Teramati Hilal 8 Juli 2013 (https://langitselatan.com/2013/07/07/prediksi-awal-ramadhan-1434-h-dan-kemungkinan-teramati-hilal-8-juli-2013/) diakses 7 Mei 2019
[13] Stephen Michael Schimpf. 2018. CyberSky (http://www.cybersky.com/) diakses 5 Mei 2019
[14] Susiknan Azhari. 2012. Visibilitas Hilal MABIMS dan Implementasinya (http://museumastronomi.com/visibilitas-hilal-mabims-dan-implementasinya/) diakses 11 Mei 2019
[15] Thomas Djamaluddin. 2010. Analisis Visibilitas Hilal untuk Usulan Kriteria Tunggal di Indonesia (https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/08/02/analisis-visibilitas-hilal-untuk-usulan-kriteria-tunggal-di-indonesia/) diakses 17 April 2019
[16] Thomas Djamaluddin. 2010. Kriteria Imkanur Rukyat Khas Indonesia: Titik Temu Penyatuan Hari Raya dan Awal Ramadhan (https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/06/22/kriteria-imkanur-rukyat-khas-indonesia-titik-temu-penyatuan-hari-raya-dan-awal-ramadhan/) diakses 17 April 2019
[17] Thomas Djamaluddin. 2011. Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat. (https://tdjamaluddin.files.wordpress.com/2011/08/astronomi-memberi-solusi-penyatuan-ummat-lengkap.pdf) diakses 4 Mei 2019
[18] Thomas Djamaluddin. 2012. Imkan Rukyat: Parameter Penampakan Sabit Hilal
dan Ragam Kriterianya (https://tdjamaluddin.files.wordpress.com/2012/01/nu-diklat-imkan-rukyat-presentasi.pdf) diakses 11 Mei 2019
[19] Thomas Djamaluddin. 2017. Proposal Ringkas Penyatuan Kalender Islam Global (https://tdjamaluddin.wordpress.com/2017/11/25/proposal-ringkas-penyatuan-kalender-islam-global/) diakses 6 Mei 2019
[20] Thomas Djamaluddin. 2018. Rekomendasi Jakarta 2017 (https://tdjamaluddin.files.wordpress.com/2018/01/rekomendasi-jakarta-fikih-falak-2017.pdf) diakses 6 Mei 2019
[21] Yusran Yunus. 2015. HASIL SIDANG ISBAT: Awal Ramadan 2015 Jatuh Pada Kamis, 18 Juni (https://kabar24.bisnis.com/read/20150616/15/443673/hasil-sidang-isbat-awal-ramadan-2015-jatuh-pada-kamis-18-juni) diakses 5 Mei 2019
[22] _____. _____. Lunar Phase Simulator - Background 2 (https://astro.unl.edu/naap/lps/lunarPage2.html) diakses 5 Mei 2019
[23] _____. 2019. Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah - Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, Dan Zulhijah 1440 Hijriah (http://www.muhammadiyah.or.id/muhfile/download/Maklumat%20Ramadhan%201440%20-%20Fix%2025-03-2019.pdf) diakses 7 Mei 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar